Perusahaan
memberikan kesempatan yang sama kepada karyawan dalam pengembangan karir.
Dengan dasar pencapaian kinerja yang bagus dalam beberapa tahun, maka tak heran
seorang karyawan akan memperoleh kesempatan untuk mengikuti assessment sebagai
awal dari pengembangan karir promosinya. Perusahaan kami memiliki banyak area
kerja, dimana karyawan yang mengikuti program pengembangan karir akan dipindahtugaskan
di area kerja yang baru jika tidak ada slot di area kerja sebelumnya.
Di area kerja yang baru, karyawan akan
diberikan kesempatan untuk menjadi leader dari sub-organisasi yang dipimpinnya
dan manajer area akan melakukan evaluasi kinerjanya setiap bulan. Hanya saja
sering terjadi tidak sinkron antara manajer area sebelumnya dengan manajer
areanya saat ini, ditambah lagi dengan tidak adanya koordinasi dari manajer
head office, sehingga program pengembangan karir karyawan tersebut terputus dan
tidak tuntas. Akibatnya, evaluasi kinerja yang dilakukan menjadi mis-leading
dan menghambat promosi dari karyawan tersebut. Sering ditemukan, manajer
areanya saat ini memiliki tuntutan kerja yang terlalu tinggi dan memberikan
pekerjaan berlebihan yang bukan menjadi tanggungjawabnya sehingga membawa
dampak negatif dalam meningkatkan stress karyawan. Hal ini menyebabkan
seolah-seolah karyawan tersebut mengalami penurunan kinerja setelah
dipindahtugaskan ke tempat baru sehingga tidak ada lagi justifikasi yang kuat
untuk mendukung program promosinya berlanjut. Untuk memenuhi ambisinya, justru
manajer mendatangkan karyawan dari site lain untuk mengisi posisi leader di
sub-organisasi tersebut sehingga secara tidak langsung menutup peluang karir
yang dimiliki karyawan yang sebelumnya mengikuti program pengembangan karir. Selain
itu, leader yang mengambil posisi tersebut sama sekali tidak memiliki
background sesuai dan dalam kesehariannya dinilai kurang disiplin, sehingga
tidak ditemukan kepemimpinan yang menginspirasi anggota sub-organisasinya.
Kejadian ini menyebabkan turunnya kepuasan
karyawan tersebut terhadap perusahaan karena masalah keadilan (terutama
promosi) dan faktor stress karena tuntutan pekerjaan yang berlebihan. Selain
itu, akibat faktor kepemimpinan yang buruk, terjadilah perubahan komitmen karyawan
tersebut yang semula memiliki Affective Commitment (ditunjukkan dengan
kinerjanya yang maksimal di area sebelumnya) menjadi Continuance Commitment,
yang berpotensi besar meninggalkan perusahaan jika menemukan perusahaan lain yang
dapat memenuhi semua kebutuhannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar