Selasa, 09 November 2021

Manajemen Marketing - Forum 14 : Neuromarketing

 

Materi yang disampaikan oleh Dr. Shara Ally merupakan hal baru bagi saya pribadi dan saya rasa hal ini sangat bermanfaat, karena memberikan insight atau pandangan baru dalam memahami dinamisnya ilmu marketing. Neuromarketing sendiri memiliki definisi sebagai disiplin ilmu yang mempelajari bagaimana cara bekerja otak mempengaruhi perilaku konsumsi yang dilakukan oleh konsumen. Lebih jelasnya, terdapat aspek kognitif dan emosional dalam saraf otak manusia yang menjadi aspek pendorong adanya decision making manusia dalam melakukan aktivitas pasar. Tujuan dari marketing ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengambilan keputusan yang terjadi melalui sistem kerja saraf otak yang dimiliki oleh tiap-tiap konsumen dalam dunia pasar.

Sesuai atau tidaknya penerapan Neuromarketing di Indonesia memang masih membutuhkan pembuktian-pembuktian, karena dalam hal ini dibutuhkan beberapa teknologi tambahan. Sebagai contoh, pelacakan mata digunakan dalam Pemasaran Online, misalnya, untuk menarik kesimpulan tentang desain toko online melalui gerakan mata. Demikian juga, survei dan alat pelacakan web yang canggih, seperti Google Analytics atau etracker, memberikan wawasan penting tentang perilaku konsumen, namun hal ini pun tidak menyelesaikan salah satu pertanyaan utama Neuromarketing, yaitu Apa yang terjadi di otak konsumen ketika dia mengunjungi situs web, membeli produk, atau melihat-lihat toko? Beberapa contoh penggunaan teknologi ini memang masih sangat asing bagi para marketer di Indonesia. Selain itu, metode ini tidak memperhitungkan banyak faktor lain yang juga dapat mempengaruhi keputusan pembelian seperti:

  • Keadaan pikiran saat ini (seperti pembelian frustrasi)
  • Rekomendasi oleh teman atau kenalan
  • Pengalaman sebelumnya dengan suatu produk
  • Keadaan selama pembelian (gangguan oleh media lain seperti radio atau televisi)
  • Keyakinan pembeli di toko

Sejauh ini, Neuromarketing hanya dapat menjadi metode tambahan untuk mengidentifikasi karakteristik pembelian potensial, khususnya di Indonesia.

Dan kaitannya dengan kemungkinan dilanjutkan menjadi thesis/penelitian, ini sangat mungkin, karena seperti yang saya paparkan sebelumnya bahwa sesuai atau tidaknya penerapan Neuromarketing di Indonesia masih membutuhkan pembuktian, dan tahapan pembuktian ini bisa kita jadikan sebagai bahan penelitian/thesis. Apalagi terkait dengan konsumen Indonesia, pasti memiliki psikologis dan pola pikir yang berbeda dari para konsumen dimana ilmu ini dikembangkan. Temuan penting dari Neuromarketing adalah bahwa faktor manusia penting untuk keputusan pembelian. Banyak toko online modern memanfaatkan penemuan ini dengan mengganti gambar teknis dengan gambar latar belakang yang menggambarkan orang. Beberapa toko menggunakan dongeng untuk membangkitkan emosi pembeli potensial. Meskipun penelitian Neuromarketing masih dalam masa pertumbuhan, pengetahuan masa depan tidak diragukan lagi akan mengalir ke desain toko online atau situs web perusahaan.

Manajemen SDM - Forum 14 : Individual Development Program

 


Setiap awal tahun karyawan di perusahaan kami akan melakukan pengisian IDP atau Individual Development Program. IDP ini sangat berguna bagi atasan dalam melakukan mapping gap competency anggotanya. HRD perusahaan telah memiliki matriks kompetensi pada setiap jabatan, dan matriks ini akan terintegrasi dengan sistem IDP.

Di dalam aplikasi IDP terdapat dua menu utama, yaitu rating kompetensi dan Development. Rating kompetensi mencakup tabel pemenuhan beberapa jenis kompetensi, seperti kompetensi inti, kompetensi kepemimpinan, kompetensi manajerial dan kompetensi teknikal, dimana pada setiap item tersebut memiliki bentuk-bentuk kompetensi yang menjadi tolok ukur kompetensi seseorang pada jabatan tertentu. Pada tahapan ini, atasan akan melakukan rating level kompetensi anggotanya (1-5) pada tahun berjalan, kemudian membandingkannya dengan standard level pada matriks kompetensi yang disepakati. Perbandingan kedua parameter tersebut akan menghasilkan gap level kompetensi, dan gap kompetensi ini lah yang akan menjadi fokus atasan dalam melakukan development anggotanya.


Dalam proses development karyawan, terdapat tiga tipe program yaitu Self Learning, Classroom Training & Assignment. Self Learning dapat berupa membaca buku, jurnal atau menonton film sesuai tema, Classroom Training merupakan pelatihan di dalam kelas oleh pihak internal maupun eksternal, dan Assignment adalah penugasan secara langsung oleh atasan kepada anggota berdasarkan knowledge yang telah diperoleh. Dalam penentuan program ini seorang atasan harus melakukan coaching terhadap anggotanya sampai diperoleh komitmen bersama bahwa anggota siap menjalankan program dan atasan siap melakukan monitoring dan evaluasi secara kontinyu. Atasan dan anggota dapat memilih ketiga program atau memilih minimal dua program. Contoh : Self Learning & Assignment atau Classroom Training & Assignment. Yang jelas, program yang dipilih harus diperinci dan berdampak langsung terhadap penurunan gap level kompetensi. Semua detail program tersebut harus memiliki target terukur, memiliki batas waktu (due date), dilakukan monitoring tengah tahun dan final review oleh atasan pada setiap akhir tahun. Tahap assignment menjadi salah satu tantangan tersendiri bagi setiap karyawan karena harus melakukan transfer knowledge kepada rekan kerja kemudian mendorongnya untuk bersama-sama mengimplementasikannya di departemen masing-masing. Kaitannya dalam siklus knowledge management yang meliputi capturing, sharing & application, semua tahapan ini sudah dilalui dalam setiap implementasi Individual Development Program atau IDP.

 

Kamis, 04 November 2021

Manajemen SDM - Forum 13 : Reshape Our Organization Culture

 

Untuk bisa memahami apa yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan perusahaan yang lebih baik, kita yang lebih baik, maka kita harus mengetahui kenapa kita ada, siapa kita, kemana arah kita dan bagaimana kita harus berperilaku untuk mencapainya.

Kenapa kita ada tertuang jelas dalam Purpose perusahaan yaitu terus berinovasi memupuk potensi generasi masa depan Indonesia. Kemudian ditopang oleh 5 Purpose Principles / Value yang merupakan DNA perusahaan dari awal berdiri sampai dengan sekarang, 5 Value tersebut adalah Integrity, Empower Families, Rise to Challenges, Break New Ground dan Build the Nation. Kemana arah kita kedepan tertulis dalam Visi dan Misi Perusahaan yang memiliki tekad kuat untuk menjadi mitra jasa pertambangan kelas dunia dan bertanggungjawab terhadap lingkungan. Jasa pertambangan tetap akan menjadi core bisnis kedepan, sehingga dibutuhkan Operational Excellence untuk bekerja lebih efektif, dan untuk menunjang hal tersebut kita mengembangkan potensi manusianya. Jadi kedepan, perusahaan akan terus menerus meningkatkan kapasitas sumber daya manusianya untuk mencapai hasil yang diinginkan dimana pola-pola pemikiran yang baru dan luas dipelihara dan aspirasi bersama diperbolehkan. Oleh karena itu, perusahaan melakukan perumusan ulang culture yang merupakan pondasi dari sebuah rumah besar perusahaan dan dijadikan panduan semua karyawannya dalam berperilaku sehingga Visi dan Misi dapat tercapai.

More Collaboration. Karyawan harus berhenti berpikir secara silo dan Lebih bekerjasama secara produktif antar departemen;

More Ownership/delegation. Karyawan berhenti mengkeskalasi masalah, mulai terlibat dalam pengambilan keputusan dengan memberikan lebih dari satu solusi dari permasalahan, berhenti micro-managing, mulai mempercayai dan mengembangkan anggota tim. Karyawan juga harus berkomitmen membangun generasi pemimpin masa depan;

More Open Communication. Karyawan harus terbuka terhadap pendapat/ide baru dari seluruh bagian organisasi dan berani menyampaikan ide/pendapat secara asertif. Perusahaan juga harus membuka lebih banyak tempat dan kesempatan untuk menyampaikan ide;

Plan better, Act faster. Karyawan memiliki perencanaan yang jelas dan menyeluruh, lebih tegas dalam pengambilan keputusan serta dapat meningkatkan respon aktif dalam eksekusi.

 

Keempat budaya ini tidak bisa berdiri sendiri, namun saling berkaitan satu sama lain. Kita tidak dapat plan better act faster jika kita tidak saling berkolaborasi dan terbuka dalam berkomunikasi. Begitu pula kolaborasi tidak akan terjadi jika kita tidak saling terbuka, berani mengingatkan ketika terdapat rekan kerja yang perlu diingatkan, serta bersedia menerima masukan dari rekan kerja ketika kita melakukan hal yang yang tidak sesuai. Penerapan company culture ini sudah sangat sesuai dengan Karakteristik Learning Organization (Robbins & Judge, 2009:670)


Senin, 01 November 2021

Manajemen SDM - Forum 12 : Perubahan pada People & Technology di Masa Pandemi

 

Perubahan adalah pertanda KEHIDUPAN. Pada dasarnya perusahaan adalah sesosok makhluk hidup yang dilahirkan, tumbuh, sakit, tua dan mati seperti pada kebanyakan perusahaan. Namun, kalau perawatannya baik dia akan terus tumbuh dan berumur Panjang. Menurut saya ada beberapa alasan mengapa perubahan kadang sulit diterima oleh para karyawan, yaitu :

  • Anggapan bahwa masa depan adalah perpanjangan masa lalu
  • Asumsi bahwa keberhasilan masa lalu akan terus terbawa sampai masa kini; dan
  • Ide yang membawa kita sampai pada hari ini adalah ide yang sama yang akan membawa kita ke masa depan

Terdapat salah satu kasus perubahan yang beberapa bulan lalu terjadi di perusahaan kami. Hal ini berkaitan dengan penanganan pandemic Covid-19 di perusahaan. Karyawan harus membiasakan diri untuk melakukan pelaporan kondisi kesehatan pribadinya melalui aplikasi di smartphone. Jadi perubahan ini berfokus pada people dan technology. Dengan total karyawan yang mencapai 1000 orang, pengelolaan perubahan ini tentunya bukanlah hal yang mudah.  Kami melakukan beberapa fase perubahan dengan merujuk Jeanie Duck, BCG Partner in The Change Mosnter , yaitu :

1. Stagnation. Dalam fase ini merupakan fase terberat karena harus meyakinkan semua tim bahwa pelaporan kesehatan pribadi ini sifatnya wajib karena digunakan untuk proses monitoring dan controlling dalam rangka pencegahan penularan Covid-19 di area kerja.

2. Preparation. Dalam fase ini, perusahan telah menyusun dua tim khusus, yaitu satu tim untuk Data Keeper dan tim lainnya merupakan Influencer setiap departemen. Data Keeper bertanggungjawab untuk melakukan koordinasi dengan vendor pengembang aplikasi, melakukan monitoring data kesehatan, sampai dengan melakukan tindak lanjut untuk beberapa karyawan yang terindikasi bergejala atau berinteraksi dengan orang positif Covid-19. Sedangkan tim influencer bertanggungjawab dalam melalukan sosialisasi cara instalasi dan utilisasi aplikasi melalui video, pamflet, spanduk dan penyampaian secara langsung kepada semua karyawan di departemennya masing-masing. Mereka juga harus melakukan reminder secara rutin melalui WAG agar semua karyawan konsisten dalam melakukan pelaporan kesehatannya setiap hari.

3. Implementation. Dalam fase ini perusahaan telah melakukan trial selama 2 bulan dan hasilnya % Compliance pelaporan baru mencapai 65% dari total karyawan. Angka ini masih terlalu kecil karena 35% karyawan tidak diketahui kondisi kesehatanya dan berpotensi menjadi simpul-simpul baru penyebaran virus. Melihat hal ini, Tim segera melakukan identifikasi terhadap beberapa faktor yang menjadi kendala rendahnya pencapaian, dan diperoleh dominan disebabkan karena aspek habit (kebiasaan). Para karyawan sering lupa dan mengabaikan reminder dari para influencer. Selain itu, beberapa karyawan mengalami kendala dalam proses instalasi aplikasi. Mereka juga beranggapan bahwa aktivitas baru ini cukup merepotkan dan tidak memberikan manfaat lebih kepada individu karyawan.

4. Determination. Dalam fase  ini, tim telah menyusun beberapa Langkah strategis untuk meyelesaikan beberapa faktor penyebab rendahnya % pelaporan. Dengan disetujui manajemen, pelaporan ini ditetapkan menjadi persyaratan karyawan sebelum bekerja (No Report No Job) sehingga jika karyawan tidak melakukan pelaporan dan tidak dapat bekerja, secara langsung pendapatan mereka akan berkurang. Perusahaan juga menetapkan aturan pemberian Surat Peringatan bagi karyawan yang tidak melakukan pelaporan sebanyak 3 kali dalam 30 hari. Kedua cara ini merupakan metode Coercion (Paksaan) dari perusahaan kepada karyawan. Selain itu, tim juga melakukan metode Komunikasi dan Edukasi kepada para karyawan melalui WAG maupun ketika proses coaching. Semua metode yang dilakukan harapannya cukup efektif dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi.

5. Fruition. Dengan dukungan penuh dari manajemen dan kolaborasi yang baik dari tim Data Keeper-Influencer, semua strategi dapat diterapkan secara konsisten sehingga berdampak langsung terhadap peningkatan % pelaporan kesehatan yang mencapai 95% setelah 3 bulan aplikasi ini diluncurkan dan diutilisasi. Data kesehatan ini dapat digunakan sebagai mitigasi awal tim dalam mencegah penularan Covid-19 di perusahaan selama pandemi.